Sunday, February 19, 2012

From Me To You - untuk event Valentines Day


         Seperti hari-hari berskala pendek yang telah dilewatinya tiap hari dimusim dinginnya tahun ini, Takigawa Nagao hampir selalu melihat rekan sekantornya itu tersenyum riang sambil menceritakan hal-hal mengenai orang yang disukainya. Nagao tahu benar bahwa gadis itu –Minagawa Saki- amat menyukai tetangga baru yang tinggal disebelah apartemennya bulan lalu. Dan dari hasil yang diceritakan, Nagao tahu bahwa nama pria itu Kazomi. Saki menyukainya, ia yakin itu, walaupun Saki tak pernah memberitahukannya. Hanya dengan melihat caranya bercerita, Nagao langsung menyadari bahwa gadis itu menaruh hati pada pria itu. Yah, dia sendiri tidak tahu dan tidak mau tahu seperti apa tampang pria yang dibicarakan itu.
“ kau tahu, kemarin saat aku baru hendak masuk ke pintu apartemenku, aku melihatnya baru menaiki tangga lalu melewatiku kemudian berdiri di depan pintu apartemennya dan kemudian masuk! Kazomi-san keren sekali! Hanya melewati sejenak saja ia sudah menebarkan wangi semerbak, wangi parfum Chanel!” tutur Saki dengan semangat menggebu-gebu dan dengan mata yang seperti memancarkan bara api. Kemudian ia menarik nafas lalu menyeruput parfait miliknya dengan gahar. Dasar.
Sementara Saki masih tetap bercerita, Nagao membiarkan dirinya mendengarkan dengan khusyuk semua ocehan gadis itu. Tidak apa-apa, ia menyukai cara gadis itu bercerita, unik dan tak pernah membuatnya jenuh.
Saat itu, mereka tengah berada disebuah cafè tidak jauh dari kantor tempat mereka berkerja, sama-sama menikmati sepiring spagetti sebagai menu makan siang itu. Kebetulan siang itu cafè tidak terlalu ramai sehingga mereka pun dapat mengobrol tanpa harus tumpang tindih dengan obrolan pengunjung yang lain.
Nagao kembali melahap spagetti dengan perlahan sambil sesekali mengangguk setiap kali Saki bertanya padanya. Ia menatap gadis dihadapannya. Saki yang berambut coklat lumayan panjang dengan bola mata berwarna abu-abu-hitam menyala, manis sekali, ditambah dengan hiasan rambut berbentuk pita merah kecil yang menjepit sejumput rambut di sisi telinga kirinya. Mata Saki tidak terlalu sipit seperti mata orang Jepang pada umumnya, membuat setiap kali gadis itu terbelalak ataupun melebarkan mata, terlihat seperti boneka Rusia.
“ hei Nagao-kun, bagaimana denganmu? Aku tak pernah sekalipun mendengar hubunganmu dengan seorang wanita” tiba-tiba Saki bertanya sambil mengacungkan garpu di tangannya kedepan temannya. Sementara Nagao masih berpikir karena ditanyai soal itu Saki melanjutkan “ jangan-jangan... kau homo!?”
“ enak saja!” sergahnya dengan nada tinggi. “ aku memang belum tertarik untuk hal seperti itu”
“ benarkah?” lalu menempelkan sendoknya kebibir “ sayang sekali, padahal kau tampan dan menurutku lumayan cool, kadang-kadang sih... mungkin karena kau pendiam makanya tidak mungkin ada juga wanita yang mau bersamamu”
“ berisik” Nagao membalas acuh tak acuh sambil memasang tampang masa bodoh dan memakan suapan terakhir dari spagettinya.
Saki tertawa “ oh ayolah, aku hanya bercanda. Peace” dan membentuk huruf v dengan jari tangan kanannya.
Satu hal yang selalu membuat Nagao kesal dengan Saki, gadis itu suka sekali bercanda sedangkan Nagao adalah orang yang lumayan pendiam. Hampir tiap hari –memang setiap hari- pria itu dibuat menelan emosi berlebih dan hampir membuatnya stress. Kalau sudah seperti itu, Nagao akan membalas dengan cuek atau hanya tertawa hambar. Sebenarnya Nagao senang saja kalau gadis itu bercanda kalau saja hal yang diledeknya bukan mengenai dirinya sendiri. Ya, bukan dirinya.
“ kau selalu saja begitu, apa kau bisa tidak mengatakanku homo?” tanyanya dengan nada rendah.
“ baiklah, aku tak akan bilang begitu lagi. Oke?... nah, ayo senyum” Saki saling menempelkan kedua telapak tangannya “ Nagao-kun, senyum”
Dengan agak terpaksa, akhirnya Nagao tersenyum. Kelihatan sekali dipaksakan. Tapi tak apa, Saki kelihatannya puas dan ia pun balas tersenyum lebar, memamerkan senyumnya yang memang amat indah. Khusus hanya untuk pria di hadapannya dan entah kenapa Nagao melihat senyum itu dengan aneh. Perasaannya tiba-tiba bahagia dan jantungnya terasa menyentak. Ia menyukai senyum itu, tapi lebih dari sebelumnya, perasaan itu begitu spesial. Aneh.
***
Bentangan langit yang luas terhalang gedung-gedung pencakar langit kota Tokyo yang saling memancarkan cahaya lampu, seakan berlomba-lomba menerangi langit yang telah berwarna biru-hitam. Nagao melirik dinding gedung kantornya yang terbuat dari kaca, membuatnya dapat dengan jelas memerhatikan suasana malam kota itu. Jarum pendek pada jam di meja kerjanya telah menunjukkan pukul delapan malam dan ia masih bekerja dengan keras untuk membuatnya dapat melupakan pembicaraannya dengan Saki siang tadi. Entah kenapa ada sesuatu yang salah, ia merasa tenaganya berubah jadi buih dan lenyap ketika gadis itu bercerita padanya. Masih seperti biasanya.
Mereka tengah berada di cafè, seperti biasanya menikmati makan siang dan seperti biasanya Saki bercerita tentang pria bernama Kazomi itu namun kali ini terlihat lebih bersemangat.
“ Nagao! Nagao! “ seru Saki dengan suara lantang namun tertahan karena sadar tengah berada di tempat umum.
Mendengar itu alis Nagao terangkat, ia memiringkan kepala sedikit “hm?”
Saki mencondongkan badannya kedepan “ kau tahu? Kazomi semalam menegurku ketika ia melihatku tengah sibuk mencari kunci dari dalam tas tanganku di depan pintu! Dia benar-benar tampan seperti yang aku lihat biasanya, ia tersenyum dan senyumnya itu....” terlihat Saki memegangi dadanya dengan mata terpejam “ indah sekali..” lanjutnya.
“ oh”
“ lalu dia bilang seperti ini ‘matamu lucu sekali saat mencari kunci tadi, jadi bulat seperti mata boneka’, ya tuhan... dia memujiku!”
Nagao tidak berkomentar.
“ jadi kubalas saja ‘temanku juga ada yang bilang seperti itu’ kemudian dia tertawa riang, oh, pasti semalam adalah hari terbaikku” lanjut Saki tanpa menunggu tanggapan dari Nagao. Dia tahu benar sifat Nagao yang cuek dan pendiam itu memang jarang menanggapi apa yang dibicarakannya, tapi itu tak masalah. Saki memang sedang ingin bercerita dan hanya Nagao yang bisa membuatnya bercerita tanpa rasa canggung sama sekali.
Nagao tetap diam. Lalu akhirnya untuk hari itu Nagao mengatakan sesuatu, hanya sekali itu saja. Ia tersenyum kecil “ aku turut berbahagia untukmu“
Hari itu sepanjang Saki bercerita, Nagao tidak banyak berkomentar. Ia kesal. Bagaimana bisa gadis itu bahagia karena dirayu oleh tetangganya itu? Hanya memuji seperti itu saja tentu ia juga bisa. Ah, Nagao menggaruk kepalanya, mengacak-acak rambut hitamnya. Kenapa dia jadi sekesal itu padahal sebelumnya ia merasa biasa saja tiap kali gadis itu bercerita seperti itu.
Kenapa sekarang ia sangat tidak ingin Saki akrab dengan Kazomi?
***
“ kau mau pergi sekarang juga?” tanya Nagao kaget saat mendengar dari mulut Saki bahwa ia harus pulang lebih cepat setengah jam dari waktu pulangnya.
Saki mengagguk.
“ kenapa?” Nagao bertanya untuk kedua kalinya.
Dan kali ini dibalas senyum lebar Saki, “ Kazomi-san mengajakku makan malam bersama, katanya untuk salam perkenalan sebagai tetangga baru”
Alasan macam apa itu?! Basi. Gara-gara itu emosi Nagao tiba-tiba melambung. Ia tidak berkomentar.
“ karena itu,... tolong lanjutkan pekerjaanku ya Nagao? Harus selesai hari ini, oh, sebagai balasannya nanti aku akan mengabulkan apapun yang kau mau. Apapun!”
Apapun? Saat ini yang paling aku mau kau tidak pergi menemuinya. Tapi itu tidak mungkin, Nagao tidak punya hak untuk melarang Saki. Kenyataan itu membuat Nagao kesal. Akhirnya dengan berat hati Nagao mengangguk dan disambut bahagia oleh Saki yang segera beranjak pergi.
Seberapa tampankah pria yang telah menarik hati Saki itu hingga tega memperlakukan temannya seperti itu. Bagaimana bisa pula gadis itu tidak menyadari bahwa ia kesal. Tapi, yah... Nagao mengalah, hanya itu yang bisa ia lakukan untuknya. Selama gadis itu bahagia ia juga akan bahagia walaupun ia merasa dadanya sakit dan menghirup nafas menjadi hal yang amat sulit.
***
Tokyo saat itu bersuhu dingin. Memaksa Nagao untuk menaikkan syalnya hingga menutupi hidung dan berjalan cepat menembus terpaan angin yang membuatnya hampir beku. Hari ini pun Nagao harus pergi makan siang sendirian, sementara Saki berdua dengan pria itu. Siapa lagi kalau bukan Kazomi. Kazomi, Kazomi, Kazomi, sepanjang hari gadis itu selalu membicarakan dia hingga membuat telinga Nagao panas. Tiap kali gadis itu bercerita dengan cerianya, ia merasa bahagia tapi juga merasa sakit. Ditambah lagi Saki yang mengabarkan bahwa sepanjang Valentine Days nanti mereka akan pergi ke Shibuya bersama-sama , jalan-jalan berduaan. Namun apa yang bisa dilakukannya hanya membantu Saki dari kejauhan jika diperlukan, ia tidak bisa memaksakan perasaan gadis itu. Nagao harus tetap tersenyum saat gadis itu mulai menyukai orang lain. Selama Saki dapat tetap tersenyum, tertawa dan bercerita panjang lebar, buatnya tak masalah. Ia suka Saki yang seperti itu dibandingkan Saki yang putus cinta.
Tiba-tiba ia jadi teringat kembali tentang pembicaraannya dengan Saki  saat di kantor kemarin, gadis itu bertanya apakah ia belum juga mendapatkan pasangan menjelang hari kasih sayang itu? Mengingat juga umur Nagao yang sudah hampir akhir dua puluh tahunan namun belum juga punya pasangan. Saat itu ia bingung hendak menjawab apa, rasanya jawaban sudah ada diujung tenggorokan namun sulit sekali untuk dikeluarkan. Pada akhirnya ia hanya menjawab dengan seadanya..
‘ dia... gadis yang kusukai, aku menghilangkannya. Padahal ia selalu ada di hadapanku’
***
Nagao menghela nafas panjang dengan berat. Setiap kali ia membuang nafas, asap putih segera mengepul di depan wajahnya. Sesekali ia menggosokkan kedua tangannya yang bersarung tangan dengan berlebihan. Salju telah menumpuk dikota Tokyo mengakibatkan jalan-jalan bertebar benda putih halus tersebut. Sejauh mata memandang, jalanan dipenuhi pasangan-pasangan muda berbalutkan setelan musim dingin dengan aneka warna, saling bermesraan, berpegangan tangan dengan wajah bahagia. Suasana Shibuya saat itu dipenuhi ornamen penuh cinta dengan warna muda dari pink-hijau-biru-merah yang amat menarik.
Hari itu tanggal 14 Februari.
Berbeda dari yang lainnya, Nagao berjalan menyusuri jajaran pertokoan di Shibuya sendirian. Di tangannya ada sebuah bingkisan berisi sekotak cokelat yang baru dibelinya dari sebuah toko. Entah apa yang hendak dilakukannya sendirian di sana, mungkin merenungi nasib yang tidak memiliki pasangan sambil memakan cokelat yang dibelinya. Tiba-tiba bola mata hitamnya menangkap sesosok orang yang ia kenal di kejauhan, sedang berjalan  membelakanginya sendirian. Detik itu juga tanpa pikir panjang Nagao mengejar orang itu. Dalam radius tiga meter, Nagao memanggil sambil melambaikan tangan. Orang itu menoleh.
“ Nagao-kun?” ucapnya dengan alis terangkat.
“ Saki? Kenapa kau sendirian?” sambil menunjuk kearah Saki yang masih menatapnya heran.
“ oh itu...”
“ mana pria itu?” potong Nagao dengan kepala yang menoleh ke kiri dan ke  kanan.
Saki mengembungkan pipinya sambil menyilangkan tangan di depan dada. Oh, ada apa ini, kenapa sepertinya suasana hati Saki tampak buruk dihari yang dinantinya itu? “ huh.. kami baru turun di stasiun, tiba-tiba ia bertemu dengan mantan pacarnya dan langsung meninggalkanku sendirian sedangkan ia pergi dengan mantannya itu. Menyebalkan!” gerutu Saki.
Nagao tidak mempercayai telinganya sendiri saat mendengar hal itu. Tak bisa di pungkiri, ia merasa senang bahwa kencan gadis itu tidak jadi dan kemungkinan bahwa Kazomi tidak menaruh hati pada Saki. Semangat Nagao yang sempat hilang kini kembali dan kalau saja tidak sedang di tempat umum mungkin ia akan melakukan tindakan gila seperti melompat kegirangan ataupun tertawa terbahak-bahak.
“ bisa-bisanya dia meninggalkan seorang gadis yang sudah punya kencan dengannya duluan?! Dasar menyebalkan!” pekik Saki. “ kalau aku bertemu lagi dengannya akan kupukul kepalanya, kumaki, ku.... hei, kenapa kau senyum-senyum sendiri?”
Nagao ingin sekali tersenyum lebar namun itu hanya terlihat seperti ia senang kalau Saki patah hati, karena itu ia mengulum senyum. Namun gagal, ia tetap tersenyum lebar. “ kalau begitu, bagaimana kalau jalan berdua denganku saja... kita kencan”
“ kencan?” tanya Saki dan dibalas anggukan oleh pria di hadapannya. “ kau serius?”
“ tentu saja... kita kelilingi kota Tokyo sepuasnya hingga malam!” tawar Nagao dan tanpa menunggu jawaban ia segera menggandeng tangan Saki dan menariknya untuk mulai melanjutkan langkah kaki.
Aneh, saat tangan pria itu menyentuh tangannya entah kenapa Saki merasa gugup, itu kali pertama Nagao menggandengnya. Ia dapat merasakan jantungnya yang memacu cepat, wajahnya yang memanas dan ia yakin pipinya menampilkan semburat merah. Padahal ia tak pernah merasa secanggung ini bila bersama Nagao, apa ia mulai memandang pria disampingnya dengan pandangan lain? Ia senang pria itu menyentuh tangannya, tapi kenapa? Perasaan itu tak beralasan. Saki berusaha bersikap biasa saja.
“ hei, sepertinya aku mulai menyukaimu” tiba-tiba Saki berkata ringan, jelas sekali ia tengah bercanda karena setelahnya ia tertawa. Dan saat itu juga Nagao menghentikan langkahnya diikuti Saki.
Selama beberapa detik mereka saling diam, Saki keheranan dan akhirnya Nagao menjawab rasa heran gadis itu. Nagao membalikkan tubuhnya, berdiri tepat satu langkah di depan gadis tersebut. Didapatinya kedua mata mereka saling bertemu dan ia masih menggenggam tangan mungil gadis itu.
“ aku hanya bercanda, Nagao-kun... baiklah, aku tak akan bercanda lagi”
“ oh ya, waktu itu kau masih berhutang janji padaku”
“ Permintaan waktu itu? Oh iya, lalu, kau mau minta apa Nagao-kun?” tanya Saki.
Nagao mengangkat kepala, dengan tampang pura-pura berpikir keras ia menatap langit “ aku mau kau mendengarkanku dengan serius karena aku tak akan mengulanginya untuk kedua kali” lalu menurunkan kepala dan menatap Saki.
“ apa itu?” Saki penasaran, tanpa sadar ia memiringkan kepala.
“ aku menyukaimu..”
Apa....? oh tidak, benarkah ini ia tidak bisa memercayai telinganya sendiri? Saki merasa gerakan orang-orang disekitarnya berhenti. Ia tak bisa mendengar apapun lagi kecuali gemaan ucapan Nagao barusan. Jantungnya, oh tidak, jantungnya menyentak-nyentak dan menimbulkan suara detak yang cukup kuat sampai-sampai ia takut Nagao bisa mendengarnya. Beberapa detik ia menahan nafas dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya sesuai perintah yang diberikan otaknya. Ia merasa lumpuh dan hanya terpaku pada mata Nagao yang masih menatapnya lurus-lurus.
“ kau bercanda?”
Nagao tak menjawab.
“ kau.. menyukaiku... benarkah?” Saki berusaha berkata biasa saja namun gagal, suaranya terdengar bergetar.
“ kau sudah mendengarnya sendiri tadi... aku tak akan mengulanginya”
Memalukan. Saki segera menundukkan kepala, menatap ujung sepatu boots selututnya. Ini benar-benar terjadi, Nagao menyukainya! Tuhan, apa yang harus dijawabnya sekarang? Ia senang, senang sekali melebihi saat ia tahu Kazomi mengajaknya kencan saat itu. Kenapa baru disadarinya, ia tak perlu jauh-jauh mencari pasangannya karena orang itu sudah ada di sampingnya, selalu. Orang yang bisa membuatnya utuh, sederhana, sempurna, dan bahagia. Orang itu dia.. Takigawa Nagao.
“ sepertinya, aku salah telah menyukai Kazomi...” ucap Saki pelan lalu ia memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan membalas tatapan pria itu. “ karena seharusnya aku menyukaimu” dan ia tersenyum lembut membuat Nagao yang sejak tadi menahan malu akhirnya lumer.
“ kau kenapa?” tanya Saki heran ketika melihat Nagao membungkukkan tubuh jangkungnya seperti kelelahan.
“ akhirnya aku bisa menyampaikannya...” ia menghela nafas lalu menegakkan tubuhnya kembali.
Saki masih gugup, ia tak berani menatap mata Nagao lagi. Salju tetap bergulir seperti biasa, namun suhu dingin tak dapat menembus dan dirasakannya. Ini mungkin musim dingin terhangat yang pernah dirasakan Saki, dan yang terindah. Mereka masih saling terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, tangan mereka pun masih berpegangan. Saki menatap proses butiran salju yang turun secara perlahan dan melayang-layang akibat gesekan dengan udara.
“  Happy Valentine Days, aku mencintaimu... “
Saki terkejut, ia tak tahu harus membalas apa dan ia memilih diam sambil membulatkan tekat untuk menatap pria itu. Wajahnya kembali panas, nafasnya terasa susah dan jantungnya berpacu secepat laju kereta exspress lalu Nagao menyetarakan wajahnya dengan wajah Saki untuk menciumnya.

End

' Please do not plagiat, oke :D '

No comments:

Post a Comment